OMAH JABANG MAYIT

GTA777 Kata orang jaman dulu. kalau ada perempuan yg tengah mengandung, banyak yg harus dijaga dari segala tutur prilakunya. lisan, sifat, semuanya untuk menghindari hal buruk pada si ibu dan jabang mayit, karena setiap perbuatan selalu memiliki sebab akibat. Kisah horor ini dari SimpleMan, berikut kisahnya, selamat menikmati. 

Image

Cerita ini dimulai dari seorang perempuan. sebut beliau dengan nama Tina.

Mbak Tina baru 2 tahun menikah. ia mendapat seorang laki-laki dari luar pulau jawa. awal pernikahan mereka tinggal di salah satu kota S, hidup damai, hidup rukun, sebelum si suami, mas Agung, undur diri.

Bagai petir disiang bolong. mas Agung memberitahu Tina kalau dia akan resign dari pabrik garmen tempat dia bekerja, rencananya dia mau membawa Tina isterinya ini untuk ikut pulang ke kampung halamannya. awalnya Tina keberatan namun setelah tahu alasannya, perempuan itu menurut.

Mas Agung menjelaskan kalau satu-satunya keluarga yg paling dekat dengan dirinya itu ibunya. ayahnya sudah lama wafat, dan selama bertahun-tahun mas Agung merantau, ibunya hanya hidup sendirian di rumah, mengurus hidup sehari-hari tanpa ada yg membantu.
padahal usianya sudah tidak muda lagi.

Mendengar itu, sebagai Isteri yg baik, Tina pun setuju, ia ikhlas kalau memang alasan mas Agung adalah bukti bakti kepada satu-satunya orang tua yg masih hidup, namun, pada 1 minggu menjelang kepulangan mereka ke kampung mas Agung,

Tina mendapat kabar yg entah baik atau buruk, karena setelah menikah kurang lebih 2 tahun dan berharap ditahun pertama memiliki momongan justru datang disaat mereka akan pindah kesebuah tempat pedalaman.

Tina sempat ragu dengan kepindahan ini, bahkan ia sempat berdiskusi dengan keluarga, apa keputusan yg mereka ambil ini tepat, baik bapak dan ibu Tina tidak ingin ikut mengintervensi keputusan puterinya, pasalnya jika seseorang sudah berkeluarga keputusan ada ditangan suami istri.

Mas Agung meyakinkan Tina, kalau dia dan ibunya akan sangat senang menjaga calon jabang bayi, keturunan mereka sehingga Tina pun akhirnya luluh dan memantapkan diri untuk pindah ke kampung halaman suaminya yang berada di luar pulau jawa.
perjalanan dengan kapal laut memerlukan waktu 1 hari penuh, dan Tina harus bersabar dengan kondisi kandungan yg ada di dalam perutnya, meski pun belum sebesar dan sesulit saat memasuki 4 bulan pertama, namun Tina tidak berhenti memuntahkan apa yg ada dari dalam perutnya.

Perjalanan itu cukup menguras tenaga dan emosi, untungnya dengan telaten mas Agung berusaha membuat Tina tetap nyaman, bahkan disaat-saat tertentu, mas Agung suaminya rela tidak tidur hanya demi menjaga Tina agar tetap aman.

Singkat cerita. sampailah mereka di pulau seberang, mas Agung menuntun Tina untuk menaiki salah satu bus umum karena jarak pelabuhan ke tempat tinggal mereka setidaknya membutuhkan waktu 7-8 jam lagi. Tina hanya menurut meski pun ia mulai merasa keputusan yg dia ambil, salah.

Seandainya saat itu Tina mempertahankan argumen untuk bersabar dan meminta suaminya menunggu 1 tahun saja setelah kelahiran anaknya, namun nasi sudah menjadi bubur, biaya yg mereka berdua keluarkan untuk sampai kesini pun tidak sedikit.

Akhirnya Tina hanya bisa mengelus dada, ia hanya berharap semoga kediaman suaminya nanti cukup menjadi tempat tinggal yg nyaman selama Tina melewati prosesi mengandung yg tentu saja tidak sebentar. 9 bulan bukan waktu yg singkat.

Bus mulai melaju, melewati sisi-sisi bagian dalam hutan setelah menempuh kurang lebih 4 jam perjalanan, dimana hari mulai menjadi gelap, Tina bertanya pada mas Agung apakah aman kalau mereka pulang dalam kondisi gelap seperti ini. mas Agung menenangkan Tina, meyakinkannya kalau tidak ada yg perlu Tina khawatirkan.

Meski sudah lama merantau, namun Agung masih fasih menghafal tempat dia tumbuh besar, Tina pun percaya sehingga hanya bisa mengenggam tangan suaminya meski pun dibalik rimbun gelapnya hutan tersimpan kekhawatiran. Selepas berkendara dengan bus, mereka turun disebuah Seroja, menunggu kedatangan kawan yg sebelumnya sudah mas Agung kabari, karena setelah titik ini pun setidaknya masih butuh 2 jam lagi perjalanan.

Untungnya kawan yg mas Agung hubungi sudah tiba lebih dulu sehingga mereka tidak perlu membuang-buang waktu. Perjalanan menuju ke kampung halaman mas Agung pun dimulai. Hendrik, sahabat karib mas Agung tampak senang dengan kepulangan Agung, berkali-kali mereka membahas masa kecil mereka dengan bahasa yg Tina sedikit kurang pahami.

Namun intinya mereka saling melempar candaan, melempar nostalgia saat-saat mereka tumbuh, sampai mas Hendrik tiba-tiba melirik ke kaca depan tempat Tina sedang duduk. pria berkulit sawo matang dengan muka tirus itu pun membuka obrolan.

“baru pertama kali kesini ya?”

Tina mengangguk sungkan, mas Agung kemudian menjelaskan kalau ini kali pertama dia membawa isterinya pulang, sebelumnya dia belum pernah menginjakkan kakinya di tanah ini.

mas Hendrik mengangguk seraya menepuk bahu mas Agung, ia berkata kalau mas Agung pintar dalam mencari isteri.

Tina yg mendengar itu hanya mengangguk, setelah berbasa-basi itu, tanpa Tina sadari sejak tadi tangannya memegangi perutnya, di sini lah mas Hendrik penasaran dan bertanya kepada Tina.
“perutnya sakit?”

mas Agung yg menjawab pertanyaan itu, ia menjelaskan kalau mereka baru saja mendapat kabar yg membahagiakan, sebentar lagi mereka berdua akan menjadi orang tua. mendengar itu, anehnya mas Hendrik tak tersenyum layaknya orang pada umumnya, sebaliknya, wajah laki-laki itu justru pucat.

ia sempat memberhentikan mobil di atas jalan tanah disamping kanan kiri pohon rindang.

“isteri kamu sedang hamil?”

mas Agung mengangguk,

“kenapa kamu bawa pulang?” tanya mas Hendrik meninggikan suaranya.

“kenapa memangnya?”

laki-laki itu diam.
“enggak, cuma kan kasihan harus menempuh perjalanan jauh. kasihan si ibuk sama calon anak kamu”

mas Agung menatap Hendrik dengan sorot mata yg aneh begitupula Tina, ia merasa jawaban itu bukan yg mereka harapkan. namun mas Agung kemudian meyakinkan sahabatnya itu kalau mereka tidak apa-apa.

mas Hendrik sempat menunduk tanda bahwa dia menyembunyikan sesuatu namun tidak ada yg tahu apa itu, sehingga mobil kembali melaju perlahan meninggalkan jejak, menyusuri jalan, menjauh.

tanpa mereka sadari, waktu terus berjalan, Tina yg duduk dikursi belakang merasa tidak nyaman karena dari kaca depan mas Hendrik terus menerus menatapnya aneh, seolah ada sesuatu yg membuat laki-laki itu memperhatikannya, sementara mas Agung yg duduk disampingnya kini tidur.
“sudah lama kenal sama Agung?” tanya mas Hendrik lagi, entah kenapa saat ini Tina merasa kalau laki-laki ini memiliki maksud tertentu meski pun tidak dibenarkan untuk bersifat kasar pada orang yg baru dikenal namun Tina sungguh merasa tidak nyaman.
“sudah bang”

mas Hendrik hanya mengangguk, beliau juga tampak canggung hanya saja diantara mereka berdua, sama-sama tidak tahu apa yg harus mereka bicarakan hingga sekelibat saat melewati satu pohon yg tinggi besar, Tina tiba-tiba merinding luar biasa.
“tidak apa-apa, kalau misal takut, pakailah untuk tidur, istirahat, jalan masih jauh, tidak perlu diperdulikan apa yg baru saja kita lewati” ucap mas Hendrik tiba-tiba, Tina yg bingung kenapa laki-laki ini tiba-tiba mengatakan hal itu lantas bertanya..

“maksudnya gimana bang?”
“tengkukmu, merinding kan? tak perlu khawatir dengan penunggu di jalan ini, karena yg mustinya kamu takutkan itu justru..” sebelum mas Hendrik menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba ia berhenti seolah melakukan kesalahan, maka laki-laki itu pun mengurungkan niatnya.
“tidak perlu kamu pikirkan apa yg tadi aku bilang ya”

Tina yg sudah kadung dengar lantas bertanya, “saya harus takut sama siapa bang?”

“enggak!! enggak!!” mas Hendrik mencoba berkilah, “enggak perlu ada yg kamu takutkan.. lupakan saja, pakai waktumu buat istirahat saja ya”
sejujurnya Tina sudah kadung penasaran, namun tampaknya dipaksa sekeras apa pun mas Hendrik pasti tidak akan mengatakannya, lantas Tina pun menuruti apa yg dikatakan laki-laki itu, ia menyandarkan tubuhnya disisi pintu mobil lalu memejamkan mata, namun sebelum Tina tertidur,
ia sempat melihat wajah mas Hendrik gelisah, takut. setelah 2 jam perjalanan, sampailah mereka digerbang dusun, mas Hendrik menepuk bahu Agung untuk memberitahu kalau mereka sudah sampai, sementara Tina perlahan membuka mata saat melihat desa tempat tinggal mereka rupanya cukup jauh dari jalur utama.

Ditambah lagi jarak antar rumah cukup jauh satu sama lain. namun Tina meyakinkan dirinya bahwa ia sudah memilih jalan sehingga tidak perlu ada yg disesali. Tina pun melangkah turun, membantu mas Agung suaminya menurunkan beberapa barang,
sementara mas Hendrik tampak mencuri-curi pandang, lagi-lagi cukup membuat Tina merasa tidak nyaman dibuatnya.

Setelah seluruh barang selesai dimasukkan ke dalam rumah, mas Agung berterimakasih kepada Hendrik, namun gerak-gerik laki-laki itu tampak aneh dimata Tina, ia seperti ingin mengajak mas Agung berbicara empat mata namun melihat kondisi mereka setelah perjalanan jauh itu, mas Agung menolak membuat Hendrik akhirnya mengerti, laki-laki itu hanya berdiri di depan rumah, menatap Tina sebelum akhirnya pintu ditutup, yg pertama mas Agung dan Tina lakukan saat sampai di rumah adalah mencari ibu mas Agung, namun aneh, ia tak melihat wanita tua itu di dalam rumah, bahkan ketika mereka menyusuri ruangan per ruangan, wanita tua itu tak kunjung ditemukan padahal saat itu hari sudah tengah malam.

Mas Agung pun memberitahu Tina agar dia beristirahat di kamar sementara mas Agung akan pergi ke rumah tetangga, mungkin saja ibunya ada di sana karena hal seperti itu biasa dilakukan di tempat ini. mendengar hal itu awalnya Tina keberatan, bagaimana pun tempat ini masih terasa asing bagi dirinya.

Mas Agung pun meyakinkan Tina kalau dia tidak akan lama, hanya beberapa ratus meter dari sini, mas Agung pun menuntun Tina ke kamar, meminta perempuan itu istirahat sementara mas Agung kemudian melangkah pergi meninggalkan Tina seorang diri di sana.
Tina yg kini sendirian di rumah itu menatap nanar ruang kamar itu saat dia melihat-lihat kain penutup ranjang yg sedikit berdebu lengkap dengan perabotan-perabotan kayu tuanya. Tina juga memeriksa lemari-lemari yg ada di sana, sebelum ia mengintip ke jendela yg langsung menuju ke halaman belakang rumah.

Tina hanya bisa menghela nafas panjang sebelum menutup kembali jendela dengan kain gorden, pemandangan yg baru saja dia lihat sangat menakutkan, belum pernah dia tinggal disebuah tempat yg terasa sunyi seperti ini apalagi jika di rumah hanya ada dirinya-
seorang.

Tina berniat membersihkan ranjang dengan sapu lidi yg dia temukan saat dari bawah pintu sekilas Tina melihat bayangan seseorang melintas. Tina pun seketika memanggil mas Agung, ia berharap laki-laki itu sudah kembali dari rumah tetangganya.

“mas? mas Agung?” katanya.
namun, hening. tak ada suara yg menjawab. Tina yg merasa aneh lantas mendekat, menuju kearah pintu sembari tangannya mencoba untuk menarik handle dan melihat siapa yg baru saja melintas di depan kamarnya, sayangnya, aneh, Tina tak melihat siapa pun berada di sana.
“mas? mas Agung?” teriaknya, perempuan itu merasa yakin baru saja melihat bayangan melintas didepannya.

dengan langkah kaki perlahan, Tina menyusuri lorong rumah mas Agung yang seluruh bagian temboknya sudah kusam bahkan langit-langit dipenuhi noda bekas air hujan.

Hening. masih tidak ada jawaban, Tina kemudian kembali membuka satu persatu kamar yg ada di rumah itu, meskipun sebelumnya mereka sudah memeriksa bersama namun entah kenapa pada detik itu, Tina merasa dia harus melihatnya sekali lagi.
mas Agung mengatakan kalau di rumah ini, ada 4 kamar utama dengan 1 kamar yg biasa dipakai untuk menyimpan bahan makanan. Tina yg melihat kamar-kamar itu menyadari setiap kamar tampak berantakan dan tak terurus lagi mengingat tidak ada lagi yg tinggal disini kecuali si ibu.

Sudah 3 kamar Tina periksa dan semua kondisinya tampak menyedihkan, sekarang ia mengerti kenapa mas Agung memaksa pulang karena memang apa yg bisa dilakukan oleh 1 perempuan disebuah rumah yg besar namun tak terurus seperti ini.
Tina bersiap kembali ke kamarnya setelah ia menyadari kalau mas Agung rupanya belum kembali namun sesaat ketika perempuan itu berbalik, entah kenapa dari tempat dia berdiri, ia merasakan kalau dibelakangnya seperti ada yg sedang berdiri mengamatinya.
Tina pun menelan ludah, gelisah, entah kenapa rasanya berat untuk melihat apa yg ada di belakangnya, namun Tina mencoba memberanikan diri untuk menoleh perlahan-lahan saat ia tak menemukan siapa pun berada di sana, mungkin semua ini hanya perasaannya saja tapi tetap saja, perempuan itu tidak merasa nyaman berada di rumah ini.

Tina pun kembali berjalan dilorong rumah sebelum “Anak ku..” tiba-tiba entah darimana datangnya, Tina mendengar suara rintih seorang wanita tua yg sontak membuat Tina menyadari kalau dia juga harus memeriksa 1 kamar terakhir
Tina menyusuri lorong sempit untuk sampai dipintu belakang, di sana, dia melihat pintu merah tempat seharusnya menyimpan bahan makanan, dengan langkah kecil Tina mendekat untuk mendorong pintu itu,

dan ternyata benar, di sana lah dia kedua kali melihat wanita tua yg dulu datang-
saat Tina dan mas Agung menikah.

Tina segera mendekat, melihat wanita tua itu tidur di atas matras yg tak berbentuk lagi, si wanita tua yg kemudian terjaga lantas menatap Tina dengan tatapan aneh sebelum Tina menjelaskan siapa dirinya..
rupanya, sudah berbulan-bulan, ibu mas Agung tidur di tempat itu karena kakinya sudah tidak sanggup berjalan jauh sehingga dari kebun kecil tempat mereka menanam sayur mayur, kamar itu lah yg paling efisien, disitu lah keinginan Tina untuk bersabar tinggal ditempat ini timbul
ia menyadari kalau wanita tua ini sangat membutuhkan keberadaan mereka berdua, di sini lah saat suka cita karena melihat anak dan menantunya datang dan akan tinggal, mas Agung kemudian menyampaikan kabar bahagia atas kehamilan Intan yang entah kenapa ditanggapi dengan aneh
Tina masih ingat betul bagaimana wajah wanita tua itu yg melotot menatap Tina seolah-olah Tina bukan lagi seperti manusia, selain itu ada getir dalam mulutnya yg membuat sekujur badan wanita tua itu merinding

“kamu hamil nak?”

reaksi ibu mas Agung tak seperti yg mereka harapkan
“kenapa bu?” tanya mas Agung penasaran, sementara si wanita tua masih melotot menatap Tina, ekspresinya benar-benar berbeda saat pertama kali Tina melihatnya tadi, tanpa sadar Tina pun beringsut melangkah mundur, saat itu lah si wanita tua langsung mencengkram wajah Tina,
“ibuk!! ibuk!! kenapa?” teriak mas Agung mencoba melepas cengkraman kuat ibunya, namun si wanita tua masih mencengkram kuat wajah Tina yg dipenuhi perasaan takut.

“PERGIIII!!! PERGIIII!!! PERGIIIII!!!!!!” teriaknya, keras sekali sampai membuat sekujur badan perempuan itu gemetar
Tina menjerit, memohon agar dia dilepaskan, begitupula mas Agung, namun cengkraman wanita tua itu semakin kuat, saat itu lah dari balik jendela yg tertutup terdengar suara aneh, seperti suara kera namun terasa jauh, jauh sekali.

suara itu lah yg membuat wanita tua itu berhenti
namun tatapannya masih diliputi perasaan takut luar biasa. “siapa yg jemput kamu tadi?” tanya si wanita tua kepada mas Agung anaknya,

“Hendrik!!”

pandangan matanya masih belum bisa tenang.

“dia sudah tau nak, dia sudah tau, bawa pergi, bawa pergi isterimu kalau tidak..”
“dia akan memakan jabang bayi di dalam perutnya” mas Agung bingung, dia benar-benar tidak mengerti, wanita tua itu masih melotot menatap Tina lantas berbisik dihadapannya ketelinga mas Agung anaknya, saat itu lah wajah suaminya pun berubah.
seketika mas Agung menarik tangan Tina membawanya masuk ke dalam kamar lalu menguncinya.

Tina menggedor-gedor pintu namun ia tak mengindahkan panggilan perempuan malang itu, sementara mas Agung pergi dengan membawa sebilah golok yg sempat dia ambil dari dapur.
Tina ketakutan, wajahnya dipenuhi kengerian luar biasa, ada apa sama desa ini, kenapa sama desa ini, perempuan itu tidak mengerti, kenapa setiap kali mereka mendengar kata mengandung tiba-tiba tingkah dan laku mereka berubah, seolah semua itu terdengar tidak wajar.
Tina yg kebingungan tidak bisa keluar hanya bisa menangis, menjerit, namun tetap tidak ada siapa pun yg perduli dengan hal itu, sampai, pintu terbuka dengan mas Agung yg datang bersama ibunya, Tina berdiri lalu berjalan mundur menjauh dari mereka berdua.
ditangan mas Agung ia membawa periuk yg terbuat dari tanah liat sementara wanita tua itu membawa kain putih lebar sebelum mas Agung menangkap badan Tina yg meronta memberontak, dengan cepat wanita tua itu menutupi kepala Tina dengan kain putih, membuat perempuan itu kesulitan-
-bernafas, ia juga menarik paksa pakaian yg dikenakan Tina, Tina yg masih berusaha memberontak dipegang kuat-kuat oleh mas Agung, ia meminta isterinya untuk tenang,

“gimana aku bisa tenang mas, kamu tidak menjelaskan apa yg sedang terjadi?!!!!” jerit Tina murka,
“bukan ndak mau dek! tapi gak bisa!! aku gak bisa jelasin ke kamu!!!”

Mas Agung yg masih mencengkram badan Tina kemudian mendengar wanita tua itu berteriak agar mas Agung melakukannya, saat itulah kain yg menutupi kepala Tina ditarik hingga membuat leher perempuan itu terjerat.
Tina yg merasa nafasnya kini tersenggal kemudian merasakan sentuhan cairan beraroma anyir kental yg menempel pada ujung kepala lalu merembet turun hingga perutnya, saat itu lah, Tina sadar di dalam periuk tanah liat ada genangan darah binatang.
setelahnya mas Agung menutup tubuh isterinya dengan pakaian lain sebelum dia dibawa keluar tanpa Tina tahu apa yg sedang terjadi, di luar mas Hendrik sudah menunggu mereka, sementara Tina dibantu untuk kembali naik ke mobil, disitulah saat mereka keluar dari rumah, Tina melihatny
dia melihat sekilas meski pun kain putih yg menutupi kepalanya itu tampak transparan, dia melihat jauh di bawah pepohonan ada sosok yg berdiri, tinggi, pucat, dengan tangan sepanjang setengah gala bambu, batang lehernya seperti tidak dapat menahan kepalanya.
mas Agung sempat melihat ibunya yg menjerit meminta mereka pergi, setelah mendengar itu baru lah mas Agung naik diikuti mas Hendrik yg langsung tancap gas sebelum mobil melesat pergi,
kepergian mereka disertai suara aneh kera yang tadi sempat Tina dengarkan, Tina masih gemetaran dengan aroma anyir kental pada tubuhnya, ia masih meminta penjelasan namun baik mas Hendrik atau mas Agung suaminya mereka tak menggubris Tina, mas Agung hanya menahan tubuh Tina,
mobil melaju cukup kencang, hari kian gelap, jarum jam menunjuk pukul 1 dinihari namun suasana jalan dikanan kiri hutan membuat situasi terasa begitu mencekam, jerian suara kera yg parau terdengar semakin keras namun tampaknya hanya Tina yg mendengarnya..
Tina sudah ingin melepas kain berlumur darah dikepalanya itu namun mas Agung menahannya dengan tangan gemetaran hebat disertai nafas yg cepat, ia meminta isterinya untuk bersabar saat mas Hendrik masih memperlaju mobil,
mobil melaju dalam kondisi paling kacau, jalanan tanah membuat beberapa kali terjadi benturan yg keras, sementara riuh suara kera yg parau masih terdengar jelas, saat itu lah dalam kondisi yg paling kacau, Tina berhasil mendorong mas Agung kemudian melepas kain yg menutupi kepala
mas Agung menjerit, berteriak murka karena Tina seharusnya menurut kepadanya, namun Tina sudah terlanjur melepaskannya karena khawatir dengan nasibnya namun yg terjadi selanjutnya Tina melihat dari kaca jendela mobil, seseorang yg dia lihat sebelumnya berdiri ditepi jalan,
memandanginya,

sosok ganjil itu terus menerus muncul meskipun mobil melewatinya terus menerus, Tina pun bertanya makhluk apa itu, namun mas Agung tidak bisa menjawabnya, dia juga tidak bisa melihatnya sehingga mas Agung meminta Tina agar tidak melihatnya, anehnya Tina-
-tidak menurut, ia melihat semakin dekat, semakin jelas wajah sosok itu hingga mata mereka akhirnya bertemu, mas Agung menarik badan Tina agar tidak melihat ke kaca mobil tapi yg terjadi pada Tina dia menjerit, menjambaki rambutnya dengan kasar, lalu mencakar-cakar lehernya..
mas Hendrik berteriak agar mas Agung menahan badan Tina agar dia berhenti menyakiti badannya, mas Agung mencoba menahan kedua tangan perempuan itu namun Tina seperti orang yg kesetanan, tangan tak dapat mencelakai diri maka dia hantamkan kepalanya kesisi dalam bagian mobil
ia lakukan itu terus menerus, mas Agung masih mencoba menarik paksa agar Tina berhenti namun wajah gadis itu tampak kebingungan, sekujur badannya tidak bergerak seperti yg dia inginkan, bahkan bola matanya memerah seperti orang yg menahan sakit luar biasa..
“Tali!! cari tali!!!” teriak mas Hendrik seraya melihat jalan kedepan, mas Agung pun mendorong badan Tina agar ia tak bisa menghantam-hantamkan kepalanya saat secara tiba-tiba mas Hendrik menginjak rem kuat-kuat saat di depan mobilnya nyaris ia menghantam badan babi hutan..
“Bajingan!!” teriak mas Hendrik yg kemudian menekan klakson panjang, namun binatang itu tak perduli sehingga mas Hendrik pun menggilas badan binatang sial itu, sementara Tina masih berusaha menyakiti sekujur badannya sendiri, membuat situasi semakin kacau..
dalam perjalanan yg panjang dan menyiksa itu, mas Hendrik bisa melihat sebentar lagi mereka akan keluar dari hutan dan sampai di jalan utama, maka ketika mobil mencapai titik tempat mas Hendrik menjemput tadi, dia keluar dan membantu mas Agung untuk mengikat kedua tangan Tina,
mengganjal batang lehernya sehingga Tina tak dapat memaksakan diri untuk melukai badannya, selama waktu di mana Tina akhirnya tidak bisa melakukan apa-apa, Tina terus dan terus melihat makhluk itu tak jauh dari tempatnya, mengawasinya,
setelah segala kegilaan itu, mas Hendrik dan mas Agung suaminya dengan terpaksa mengikat kain putih pada matanya hingga kain itu berlumurkan darah yg mengalir dari sudut mata Tina, mas Agung yg ada disampingnya mencoba membisik ditelinganya, dia meminta isterinya agar bisa tenang
dan setelah itu, baru lah Tina tidak lagi melihat makhluk itu terkecuali suara kera parau yg masih terdengar bahkan sepanjang perjalanan di dalam bus yg mengantar mereka pergi meninggalkan tempat itu..
dalam perjalanan bus yg panjang itu, Tina tak diijinkan melihat mau pun bicara, ia tidak tahu respon orang-orang yg ada di dalam bus namun tampaknya tidak ada yg perduli, karena hal ini terkesan wajar dan pernah terjadi seperti ini,
ketika 8 jam waktu berhasil Tina lewati, dan mereka naik ke atas kapal, di atas laut itu lah mas Agung baru membuka seluruh ikatan pada tangan, batang leher hingga mata dan mulut Tina, ia kemudian memberitahu apa yg tidak bisa dia lakukan di atas tanah kelahirannya.
mas Agung menyebut nama Suanggi, yg suka memakan janin, ia diberitahu oleh ibunya lewat bisikan itu kalau dalam beberapa hari kebelakang ada orang yang dimimpikan melihat seekor babi berkepala manusia merusak ladang, orang bilang itu pertanda suanggi,
maka diperiksalah semua warga desa apakah ada diantara mereka yg dalam kondisi mengandung karena Suanggi akan memakannya, semakin banyak makan semakin banyak dia bisa memberi tipu daya, namun karena tidak ada satu pun warga yg dalam kondisi mengandung maka semua sepakat-
kalau kemunculan binatang itu hanya kebetulan belaka, namun rupanya kedatangan mas Agung dan isterinya lah pemicu kenapa makhluk itu menampakkan diri.

Baca: KEMBANG LARUK (Ketika Aku Mendaki Karena Ketidaktahuan)

Mas Agung kemudian memberitahu kalau tabu jika namanya disebut di sana, karena yg menyebut namanya akan terus menerus dihantui,
mendengar hal itu, tangis Tina pecah karena ia sama sekali tidak tahu dengan hal itu, namun ada bagian yg membuat perempuan itu masih mencoba melukai kepalanya, mas Agung yg mencoba menghentikannya lantas bertanya kenapa..
Tina kemudian meminta mas Agung mendekat dan membisikkan sesuatu, saat mendengar nama Suanggi itu, wajah mas Agung seketika pucat tidak mengerti darimana Tina tahu namanya padahal tidak ada dari mereka yg menyebut nama itu kecuali..
Tina mengangguk pelan lalu memberitahu kalau wanita tua itu, ibu dari mas Agung yg membisiki nama itu ditelinganya, seketika mas Agung memegang kepalanya, tangis diwajahnya pecah saat mendengar itu, ia berdiri lalu melihat kapal yg mereka naiki berjalan semakin menjauh,
Tina dan mas Agung tahu alasan kenapa ibunya membisikkan nama makhluk itu, ia melakukannya untuk mengakhiri hidupnya, mungkin ia sudah terlalu lelah hidup sendiri ditambah lagi anak dan menantunya tidak akan lagi bisa tinggal di atas tanah itu.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top